Monday, May 4, 2009

GERAKAN KEMAHASISWAAN DARI MASA KE MASA

DINAMIKA GERAKAN MAHASISWA DALAM PRESPEKTIF HISTORIS

(diskusi pengembangan wacana di Tembalang)

“Aku tidak ingin menjadi pohon bambu, tapi ingin menjadi pohon po” ungkap tokoh sentral yang menjadi bahan diskusi kali ini. Sudah menjadi legenda, konon pohon po ini adalah ikon gerakan yang menginspirasi karena jenis tanaman ini tidak pantang menyerah untuk tetap hidup. Biarpun tanaman ini hidup di batu karang yang terjal dan selalu didera oleh tiupan angin yang keras di sepanjang pantai San Fransisco.

Diskusi dimulai dari kekawatiran yang muncul dengan adanya fenomena-fenomena gerakan kemahasiswaan yang sektarian, yang hanya mementingkan kepentingan kelompoknya saja tanpa mengindahkan tujuan utama dari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena disadari atau tidak, sebelum negeri tercinta ini dibentuk, semangat untuk memerdekakan dari penjajah dimulai dengan model pembentukan organisasi-organisasi yang lebih mengedepankan aliran atau golongan tertentu. Sebagai contoh adalah, dengan maraknya bermunculan golongan-golongan pemuda yang mengatasnamakan kelompok tertentu apakah didasarkan pada etnis, aliran kepercayaan, atau idiologi pemikiran tertentu. Jadi bisa dikatakan, negeri ini sangat rentan dengan adanya konflik kepentingan yang hanya mementingkan kelompok atau golongan tertentu saja.

Beruntung negeri ini memiliki founding fathers seperti Soekarno, Moh Hatta, Syahril, Natsir, Agus Salim dan masih banyak lagi, dimana mereka lebih mementingkan kesatuan negeri ini sehingga nusantara bisa dipersatukan dengan semangat untuk membentuk negara yang bernama Indonesia. Dalam perjalanannya, tidak mudah untuk tetap menyolitkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disebabkan permasalahan yang komplek menyelimuti negeri ini terutama terkait dengan permasalahan pemerataan kesejahteraan. Selain memang ada agenda-agenda tertentu dari negara-negara adikuasa untuk melakukan penjajahan kembali ke negeri tercinta ini. Perlu diingat disini bahwa negara tercinta ini, masih memiliki daya pikat yang luar bisa. Mulai dari kekayaan alam yang dimilikinya, sumber daya manusia yang ada, letak geografis sekaligus geopolitik yang menyertainya dan masih banyak lagi. Oleh karennya seringkali bangsa dan negara ini bergejolak dan tak jarang sampai terjadi yang namanya konflik berdarah, yang apabila kita telusur lebih dalam maka ujung-ujungnya adalah adanya agenda-agenda tertentu dari negara-negara lainnya, terkhusus adalah para negara adikuasa.

Oleh karenanya, kedepan perlu sekali adanya gerakan kemahasiswaan yang melepaskan diri dari semangat golongan atau aliran tertentu, berganti dengan gerakan kemahasiswaan yang memiliki semangat nasionalisme tinggi. Dimana tujuan berbangsa dan bernegara menjadi mainstream gerakan, dan menjauhkan diri dari sikap yang hanya menonjolkan golongan tertentu.

Di sisi lain, mahasiswa perlu menumbuh kembangkan sikap kritis. Karena dari sikap inilah muara dari gerakan kemahasiswaan dimulai. Perlu dicermati, bahwa diera modern sekarang ini, dimana informasi adalah para “rohaniawan” yang selalu mencekoki diri mahasiswa dengan doktrin-doktrin yang menghalusinasi kedirian manusia dari hakikat keberadaannya, menyebabkan transfer nilai sangat begitu mudah terjadi, layaknya komputer yang di instal ulang untuk digantikan dengan program-program baru yang sesuai dengan kebutuhan sang peng-instal. Oleh karenanya, informasi dan mainstream yang sekarang diusung dengan isu-isu “good governance” dengan mengedepankan permasalahan birokrasi terutama perilaku koruptif dari penyelenggara negara ini, seharusnya juga harus kita kritisi. Mengapa perlu sekali kita kritisi karena sebenarnya, permasalahan mendasar yang menyebabkan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini carut marut disebabkan oleh faktor tidak meratanya kesejahteraan yang dimiliki oleh rakyat ini. Kalau semisalnya kita mau berpikir analitis dan melakukan kalkulasi (perhitungan), sebenarnya seberapa besar tingkat singnifikansi antara prilaku koruptif yang dilakukan oleh birokrat kita dengan pola pengelolaan sumber daya alam (sumber kekayaan) negeri tercinta ini, yang menyebabkan kesejahteraan rakyat jauh dari harapan yang diinginkan.

Perlu diketahui, sesuai dengan konstitusi negara ini, bahwa semua sumber daya yang ada (bumi, air, udara dan semua yang terkandung didalamnya) dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun apabila kita telaah lebih dalam, maka kita bisa mengetahui, bahwa semua sumber daya alam tersebut, mayoritas dikelola atau bahkan dimiliki oleh asing dan bangsa ini hanya mendapatkan proporsi yang sedikit darinya. Hal ini sangat kontras sekali apabila kita bandingkan dengan kekayaan negara ini yang dikorupsi oleh para birokrat atau teknokrat kita. Lebih baik dikorupsi karena hasil korupsinya masih diputarkan di dalam negeri, dari pada penjarahan sumber daya alam yang dilakukan oleh pihak asing, maka jelas bahwa kekayaan negara kita hilang begitu saja.

Oleh karenanya, sikap kritis dari para mahasiswa harus tetap untuk ditumbuh kembangkan. Karena dengan perkembangan peradaban, bentuk-bentuk penjajahan baru sudah bermunculan. Dan yang lebih memprihatinkan kita bersama, bahwa modus penjajahan yang ada tidak hanya mengedepankan fisikal semata, namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah adanya penjajahan moral, mental dan intelektual kita sebagai anak bangsa Indonesia. Kita harus tetap hati-hati untuk selalu memandang segalanya dengan cara pandang yang kritis, sehingga kemerdekaan yang merupakan kodrat semua manusia bisa terwujudkan dan dalam konteks kenegaraan juga dapat terwujudnya negara yang merdeka dan mandiri dari pengaruh bangsa-bangsa lainnya didunia ini. Duduk sama rendah, dan berdiri sama tingginya. Mengembangkan pola hubungan kenegaraan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.







No comments:

Post a Comment