Monday, May 18, 2009

Survival Company

Perusahaan yang Survive

Perusahaan sesuai dengan tujuan pendiriannya, secara umumnya, pasti diharapkan memiliki usia yang tidak terbatas. Harapan sang pendiri, pasti menginginkan perusahaan yang dia dirikan memiliki rentang usia yang panjang. Syukur-syukur bisa dialihkan kepada anak cucu, generasi berikutnya. Harapan ideal ini tidak begitu saja mudah terwujudkan apabila sang pendiri ketika menjalankan perusahaan tidak memiliki strategi yang jitu untuk mewujudkannya.

Belajar dari perusahaan-perusahaan yang sudah bisa dijadikan “benchmark” karena memiliki prestasi yang bisa jadi acuan, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Diantaranya adalah;

Pertama, sikap sensitif (adaptif) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang sedang melingkupinya. Dalam falsafah jawa, sering juga kita dengar bahwa, kita sebagai sosok manusia harus “empan papan” tahu diri, tahu kontek yang sedang melingkupi diri kita. Perusahaan juga harus menerapkan prinsip ini, sehingga perlu di ditanamkan sejak dini sikap adaptif/sensitif ini kepada siapapun yang berada dalam lingkungan perusahaan.

Kedua, adanya sikap kohesivitas, kohesivitas disini adalah gambaran adanya perasaan yang amat kuat terhadap identitas perusahaan. Semua elemen yang terhimpun dalam perusahaan memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai tujuan dari perusahaan. Sehingga ego diri atau kelompok dalam perusahaan dikesampingkan. Sehingga tujuan mereka berhimpun dalam perusahaan semata-mata adalah untuk pencapaian tujuan perusahaan. Semangat inilah yang selalu dipupuk oleh semua insan yang ada didalam perusahaan.

Ketiga, mengembangkan sikap toleran. Maksud dari dikembangkannya sikap toleran adalah diberikannya kebebasan dari setiap insan yang ada di perusahaan untuk melakukan improvisasi, pengembangan ide, kreativitas mereka dengan harapan dengan dikembangkannya sikap seperti ini maka secara langsung akan berdampak pada kemampuan organisasi yang semakin meningkat. Sikap toleran ini dimaksudkan agar tidak adanya sentralisasi kekuasaan, dan kekuasaan tidak dipegang oleh satu orang saja.

Keempat, sikap konservatif terhadap keuangan perusahaan. Maksud dari sikap ini adalah, dikembangkannya prinsip kehati-hatian terhadap penggunaan sumber daya financial yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan harus betul-betul menghitung segala resiko yang akan muncul dan harus dihadapi kedepannya, terkait dengan permasalahan keuangan. Dari sikap ini, diharapkan muncul kecermatan perusahaan dalam mengalokasikan sumber daya financialnya untuk menopang pencapaian tujuan didirikannya perusahaan ini.

Strategi bersaing perusahaan adalah masalah yang harus pertama kali dirumuskan oleh pendiri perusahaan, sebelum membentuk wadah yang bernama perusahaan. Namun perlu di perhatikan bahwa komitmen untuk melaksanakan atau mengimplementasikan strategi bersaing tersebut adalah yang lebih utama. Belajar dari Mc Donald's, banyak orang mempercayai bahwa salah satu kunci keberhasilannya adalah kemampuannya untuk merebut dan memenangkan masa depan karena adanya disiplin yang ketat dalam mengeksekusi dan mengimplementasikan strategi bersaing yang telah ditetapkannya.... (msh).

Strategic Choice

Pilihan Strategi

Sudah sering kita dengar, bahwa di dunia ini yang pasti adalah adanya perubahan. Hampir dipastikan bahwa semua yang ada didunia ini “berubah”. Berubah atau perubahan kalau dilihat dari sisi kemampuan kita untuk mengelolanya, maka bisa dibagi kedalam dua kelompok , yakni perubahan yang dapat kita prediksikan sebelumnya dan perubahan yang tidak dapat kita prediksikan kedatangannya. Dari kedua hal tersebut, muncul yang namanya “peluang” dan “resiko”. Peluang akan muncul apabila perubahan yang akan datang bisa kita prediksikan sebelumnya. Hal ini bertolak belakang dengan resiko, dimana perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang, kita tidak mampu untuk memprediksikannya.

Untuk menghadapi adanya perubahan yang akan datang, perlu sekali dibuatkan pilihan-pilihan strategik sesuai dengan ranah organisasi yang kita kelola. Dalam manajemen modern, sering sekali kita dengar adanya pilihan-pilihan strategik diantaranya;

  1. Strategik Tingkat Korporat.

    Dalam tingkatan korporat, strategi ini berguna untuk memberikan gambaran arah pertumbuhan dan pengelolaan berbagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Strategik korporat ini harus dijadikan sebagai acuan pokok oleh SBU dan Fungsional organisasi dalam membuat strateginya masing-masing.

  2. Strategik Tingkat SBU

    SBU atau Strategik Bisnis Unit, memiliki strategi organisasi dengan maksud untuk meningkatkan daya saing organisasi dalam satu industri yang dimasukinya.

  3. Strategik Tingkat Fungsional.

    Strategi Fungsional dibuat untuk menciptakan kerangka kerja bagi manajemen fungsional seperti Produksi, Keuangan dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, begitu kompleknya permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi oleh perusahaan, dan begitu cepatnya perubahan-perubahan yang melingkupi perusahaan perlu adanya penanganan yang secara sistematis untuk memenangkan pertarungan antar perusahaan. Oleh karenanya sekarang muncul yang namanya manajemen strategik. Beberapa orang mendefinisikan bahwa manajemen strategik adalah pendekatan yang sistematik untuk mencapai tujuan organisasi, melalui proses perencanaan yang matang guna menyelaraskan kapabilitas internal organisasi dengan peluang dan ancaman dari lingkungan bisnis yang dimasukinya.

Proses perencanaan yang matang ini tercermin dari tahapan yang dilalui dalam penentuan dan implementasi strategik. Tahapan-tahapan tersebut antara lain;

  1. Tahap analisis dan pilihan strategik.

  2. Tahap implementasi strategik.

  3. Tahap evaluasi strategik.



Strategic Architecture

Arsitektur Strategik

Kondisi yang selalu berubah dan tantangan demi tantangan yang silih berganti menghampiri perusahaan yang harus kita kelola, sehingga membutuhkan perencanaan strategik yang jitu dan implementasi yang tepat pula. Oleh karenannya, dalam pembuatan strategi yang dibikin, kita harus melakukan tahapan-tahapan sebagaimana berikut:

Pertama, Analisa Lingkungan.


Ketika pertama kali kita mau membuat strategi, sebagai pengelola perusahaan, kita dituntut untuk mampu menilai kemampuan dari perusahaan yang kita kelola. Banyak hal yang bisa kita nilai, sebagai contoh terkait dengan kemampuan SDM yang kita miliki, kemampuan operasional perusahaan terkait dengan kemampuan fasilitas mesin yang kita miliki, kemampuan perusahaan untuk membuat produk, kemampuan perusahaan dibidang financial dan masih ada banyak hal yang harus kita ukur dari kemampuan perusahaan yang kita kelola. Hal ini sering kita sebut dengan istilah self assessment. Dari sini, kita juga dituntut untuk menilai sejauh mana kemampuan perusahaan tersebut mempengaruhi lingkungan eksternal yang mengeliling organisasi ini, dan sejauh mana juga lingkungan eksternal tersebut mampu mempengaruhi perusahaan yang kita kelola.

Lingkungan eksternal disini, sebenarnya dapat kita pecah kedalam dua kategori yakni Lingkungan Eksternal Makro dan Lingkungan Eksternal Mikro. Secara sederhana, pembeda dari kedua lingkungan ini adalah, sejauh mana keterkaitan permasalahan eksternal tadi mempengaruhi kemampuan perusahaan yang kita kelola, apabila pola keterkaitannya secara langsung, maka bisa kita kategorikan lingkungan mikro, sebagai contoh adalah pelanggan, pemasok, pesaing, produk substitusi, dan lain sebagainya yang sejenis. Sedangkan untuk lingkungan eksternal makro dapat kita ambil contoh adalah kondisi luar perusahaan seperti “Ipoleksosbudhankam” yakni Ideologi, Politik, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan. Atau bisa juga permasalahan-permasalahan lainnya, yang keterkaitannya dengan perusahaan kita tidak secara langsung.

Menurut Porter, dalam melakukan analisa, sebenarnya kita bisa melihat beberapa hal berikut ini, untuk menilai kemampuan dan posisi dari perusahaan yang sedang kita kelola, diantaranya adalah:

  1. Daya tawar dari konsumen kita.

    Semakin unik produk yang kita buat, semakin butuh konsumen dengan produk kita dan tidak adanya pilihan produk lain, selain produk buatan kita, maka jelas bahwa daya tawar kita dihadapan konsumen adalah tinggi. Begitu juga sebaliknya. Untuk memenangkan persaingan, idealnya kita memiliki daya tawar yang besar dihadapan konsumen kita.

  2. Daya tawar dari pemasok kita.

    Semakin banyak pemasok, semakin mudah kita mendapatkan material / mesin / sparepart yang kita butuhkan untuk menunjang aktivitas produksi perusahaan kita, maka perusahaan kita memiliki daya tawar yang besar dihadapan pemasok-pemasok perusahaan. Kondisi seperti inilah yang seharusnya bisa kita ciptakan untuk menunjang kemampuan perusahaan yang kita kelola untuk mampu memenangkan persaingan.

  3. Produk pengganti.

    Harapan kita, sebagai produsen apakah produk maupun jasa yang kita hasilkan tidak ada yang bisa menggantikan atau digantikan oleh produk/jasa lainnya baik yang sejenis maupun berbeda, sehingga produk/jasa yang kita buat benar-benar merupakan unik yang dicari oleh pelanggan-pelanggan kita.

  4. Halangan untuk memasuki industri.

    Hal ini biasa terjadi apabila industri yang kita tekuni tergolong jenis industri monopoli atau monopsoni. Halangan untuk memasuki industri yang kita geluti bisa berasal dari regulasi yang dibuat oleh pemerintah atau asosiasi dari jenis industri itu sendiri. Ada banyak hal yang bisa di lakukan oleh kita untuk melakukan penahanan masuknya industri baru di bidang yang kita lakukan, semisal dengan melakukan strategi penanganan material industri atau bahkan penanganan masalah pemasaran produk, sehingga industri yang baru mau masuk harus berpikir-pikir ulang untuk memasukinya.

  5. Persaingan sesama industri sejenis.

    Persaingan sesama industri sejenis inilah yang seharusnya kita hindari, daripada melakukan persaingan sesama, lebih baik melakukan aliansi strategis untuk mengembangkan usaha sejenis. Sehingga kedepannya, energi yang diperlukan oleh perusahaan bisa dikatakan lebih sedikit. Namun hal ini juga harus disesuaikan dengan regulasi yang dibuat oleh pemerintah, apakah hal ini diperbolehkan atau sebaliknya. Karena perlu dicermati, bahwa dengan dibentuknya aliansi-aliansi tersebut, akan menyuburkan adanya bentuk kartel dalam industri atau bahkan yang lebih mengerikan adalah monopoli.

Kedua, Menentukan dan Menetapkan Arah Perusahaan.

Pada tahapan ini, organisasi perlu membentuk Visi dan Misi yang ingin dicapai oleh perusahaan. Visi dan misi ini merupakan tujuan dari didirikannya perusahaan, oleh karenanya tujuan dari organisasi harus merefleksikan target yang akan dicapai oleh organisasi tersebut dalam rentang waktu tertentu.

Ketiga, Formulasi Strategik.

Merupakan proses untuk merancang, menyeleksi dan memilih strategi yang lebih tepat untuk diterapkan dari serangkaian strategi yang disusun guna mencapai tujuan organisasi.

Keempat, Implementasi Strategik.

Didalam implementasi strategik, aktivitas utamanya antara lain;

a. Merencanakan dan mengalokasi sumber daya.

b. Membangun struktur dan desain organisasi.

c. Mengelola perubahan strategik.

Kelima, Evaluasi Strategik.

Merupakan proses pemantauan dan pengevaluasian implementasi strategi yang sudah diformulasikan sebelumnya guna memastikan organisasi berada dijalur yang benar.

Ada tiga kriteria yang dapat digunakan antara lain:

  1. Kecocokan (suitability) dengan kondisi lingkungan yang ada.

  2. Kelayakan (feasibility) dengan artian bahwa strategi tersebut dapat diimplementasikan dengan sukses.

  3. Dapat diterima (acceptability) terkait dengan kinerja financial maupun non financial.




Monday, May 4, 2009

MENGUKUR KINERJA PERUSAHAAN

ETISKAH MENILAI KINERJA PERUSAHAAN

HANYA DARI LABA?

Sebagai organisasi yang mengejar keuntungan, perusahaan dituntut untuk memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Oleh karenanya, nilai suatu perusahaan akan tinggi apabila dia mampu menghasilkan laba yang besar, dimana hal ini biasanya dinilai dari harga perlembar sahamnya; bagi perusahaan yang sudah go public, sedangkan untuk perusahaan yang tidak go public biasanya akan dicari-cari para kreditur untuk diberikan kredit untuk mengembangkan usaha perusahaan.

Di era krisis ekonomi global seperti sekarang ini, profit adalah barang yang sangat langka sekali. Bisa tetap hidup saja bagi perusahaan adalah anugerah terindah. Tidak ada PHK, gaji karyawan naik tiap tahunnya, kesejahteraan karyawan tidak berkurang namun bertambah, adalah hal yang sangat di dambakan perusahaan-perusahaan sekarang ini.

Hukum keseimbangan alam selalu benar dan jujur apa adanya, disatu sisi ada yang dirugikan dalam kondisi sekarang ini, disisi lain pasti ada yang diuntungkan. Oleh karenanya, jangan heran kalau ada perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama ada yang mengalami kerugian bahkan gulung tikar (bankrut), namun di sisi lain ada juga perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama malah melakukan ekspansi (perluasan) usaha. Dan inilah bukti dari hukum keseimbangan alam semesta itu. Yang jadi renungan bersama, apakah etis ketika kita hanya menilai suatu perusahaan hanya pada sisi keuntungan (profit) saja? Dengan mengabaikan berbagai macam hal yang melingkupi aktivitas kinerja perusahaan.

Sekarang ini, penulis melakukan penelitian pada beberapa perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama (manufaktur) dengan produk yang bisa dikatakan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya sama. Namun yang jadi bahan renungan bersama, kenapa perusahaan yang besar ini, yang dulunya adalah kebanggaan dari masyarakat termasuk bangsa ini dikarenakan sumbangsihnya yang luar biasa pada perekonomian negeri ini, jadi “berantakan”. Dan bahkan, sekarang perusahaan yang dulu para pekerjanya sering di “bajak” oleh perusahaan besar ini malah tetap eksis bahkan berkembang dengan melakukan perluasan usahanya di tengah deraan krisis ekonomi global.

Ada beberapa hal yang bisa kita bandingkan antara perusahaan besar yang sekarang lagi kolaps ini dengan partner nya yang malahan sekarang berkembang, perbedaannya itu antara lain:

Operasional perusahaan.

Perusahan besar ini bisa dikatakan terlalu dimanjakan dengan kondisi masa lalu yang selalu berpihak kepadanya, sehingga kinerjanya bisa dikatakan asal-asalan saja ketika menjalankan operasionalnya tidak masalah, dan tetap saja laku produknya. Karena pada waktu itu, mendapatkan fasilitas kuota yang besar dibandingkan dengan perusahaanp-perusahaan sejenis yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan perusahaan yang sekarang baru melakukan ekspansi usahanya. Tata operasional dan budaya kerja yang dilakukan adalah budaya dalam kondisi krisis, dia selalu menaikkan tingkat kinerja organisasi dan memperbaiki terus budaya kerjanya sehingga lebih efisien dan efektif. Sebagai misal, kalau kita umpamakan pada masa perjuangan dulu, kondisi bangsa ini dalam keadaan krisis. Maka segala upaya akan diusahakan, agar tujuan kemerdekaan tercapai. Bahkan kalaupun untuk mencapai kemerdekaan itu kita harus berkorban nyama, maka rakyat akan mempersilahkan dan dengan suka rela akan melaksanakannya. Sangat berbeda saat ini, dimana banyak orang ingin hidup enak, namun enggan melakukan kerja dengan keras. Dan seperti itulah kalau kita umpamakan kinerja operasional dan budaya yang dibentuk oleh kedua perusahaan tersebut, sangat bertolak belakang. Untuk kasus yang satu ini, perusahaan yang sedang melakukan ekspansi bisa dijadikan benchmark yang baik untuk membentuk budaya dan kinerja operasional organisasi.

Pertanggung jawaban sosial / moral.

Perusahaan besar tadi melakukan aksi sosial yang begitu besar kepada masyarakat sekitar, tidak hanya memberikan beasiswa kepada para anak sekolah di sekitar lingkungan pabrik, memberikan bantuan dana ketika dibutuhkan untuk kepentingan kampung sekitar, sampai dengan tanggung jawab moral berupa penanganan limbah industrinya juga dilaksanakan. Banyak biaya-biaya CSR disediakan karena ini memang merupakan tanggung jawab moralnya sebagai perusahaan kepada steakholdernya. Tidak terkecuali, kesejahteraan kepada para karyawannya juga sangat diperhatikan. Tidak hanya ikut program Jamsostek, perusahaan juga memberikan asuransi Jasindo, Asuransi Kesehatan juga ada. Banyak fasilitas yang diberikan kepada steakholder perusahaan. Hal ini sangat berbeda dengan perusahaan sejenis yang baru melakukan ekspansi usaha. Untuk masalah kesejahteraan ke karyawan sangatlah minim, apalagi kepada kepada masyarakat sekitarnya. Penanganan limbahnya juga tidak sebagus perusahaan besar tadi, sering terjadi pencemaran lingkungan karena pembuangan limbah yang seenaknya oleh perusahaan tadi. Tapi yang jadi ironi, para masyarakat sekitar tidak berani melakukan langkah protes kepada perusahaan karena semua sudah pada tahu bahwa perusahaan memiliki “security bersenjata” yang di segani oleh lingkungan sekitar.

Dari penjelasan singkat diatas, apakah layak kita hanya menilai keberhasilan atau kejayaan perusahaan hanya di lihat dari aspek profitabilitas (kemampuan menghasilkan laba), atau keberhasilannya untuk melakukan ekspansi (perluasan usaha) saja. Kalau menurut hemat penulis, bahwa keberhasilan sebuah perusahaan, kejayaan sebuah perusahaan bisa dilihat pada semakin bertambah nilai yang diberikan perusahaan kepada para steak holdernya. Lebih terkhusus lagi permasalahan yang terkait dengan kesejahteraannya.

Jangan hanya melihat kemampuannya saja untuk menghasilkan laba, namun juga lihat kemampuannya untuk meningkatkan kesejahteraan kepada pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan.






GERAKAN KEMAHASISWAAN DARI MASA KE MASA

DINAMIKA GERAKAN MAHASISWA DALAM PRESPEKTIF HISTORIS

(diskusi pengembangan wacana di Tembalang)

“Aku tidak ingin menjadi pohon bambu, tapi ingin menjadi pohon po” ungkap tokoh sentral yang menjadi bahan diskusi kali ini. Sudah menjadi legenda, konon pohon po ini adalah ikon gerakan yang menginspirasi karena jenis tanaman ini tidak pantang menyerah untuk tetap hidup. Biarpun tanaman ini hidup di batu karang yang terjal dan selalu didera oleh tiupan angin yang keras di sepanjang pantai San Fransisco.

Diskusi dimulai dari kekawatiran yang muncul dengan adanya fenomena-fenomena gerakan kemahasiswaan yang sektarian, yang hanya mementingkan kepentingan kelompoknya saja tanpa mengindahkan tujuan utama dari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena disadari atau tidak, sebelum negeri tercinta ini dibentuk, semangat untuk memerdekakan dari penjajah dimulai dengan model pembentukan organisasi-organisasi yang lebih mengedepankan aliran atau golongan tertentu. Sebagai contoh adalah, dengan maraknya bermunculan golongan-golongan pemuda yang mengatasnamakan kelompok tertentu apakah didasarkan pada etnis, aliran kepercayaan, atau idiologi pemikiran tertentu. Jadi bisa dikatakan, negeri ini sangat rentan dengan adanya konflik kepentingan yang hanya mementingkan kelompok atau golongan tertentu saja.

Beruntung negeri ini memiliki founding fathers seperti Soekarno, Moh Hatta, Syahril, Natsir, Agus Salim dan masih banyak lagi, dimana mereka lebih mementingkan kesatuan negeri ini sehingga nusantara bisa dipersatukan dengan semangat untuk membentuk negara yang bernama Indonesia. Dalam perjalanannya, tidak mudah untuk tetap menyolitkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disebabkan permasalahan yang komplek menyelimuti negeri ini terutama terkait dengan permasalahan pemerataan kesejahteraan. Selain memang ada agenda-agenda tertentu dari negara-negara adikuasa untuk melakukan penjajahan kembali ke negeri tercinta ini. Perlu diingat disini bahwa negara tercinta ini, masih memiliki daya pikat yang luar bisa. Mulai dari kekayaan alam yang dimilikinya, sumber daya manusia yang ada, letak geografis sekaligus geopolitik yang menyertainya dan masih banyak lagi. Oleh karennya seringkali bangsa dan negara ini bergejolak dan tak jarang sampai terjadi yang namanya konflik berdarah, yang apabila kita telusur lebih dalam maka ujung-ujungnya adalah adanya agenda-agenda tertentu dari negara-negara lainnya, terkhusus adalah para negara adikuasa.

Oleh karenanya, kedepan perlu sekali adanya gerakan kemahasiswaan yang melepaskan diri dari semangat golongan atau aliran tertentu, berganti dengan gerakan kemahasiswaan yang memiliki semangat nasionalisme tinggi. Dimana tujuan berbangsa dan bernegara menjadi mainstream gerakan, dan menjauhkan diri dari sikap yang hanya menonjolkan golongan tertentu.

Di sisi lain, mahasiswa perlu menumbuh kembangkan sikap kritis. Karena dari sikap inilah muara dari gerakan kemahasiswaan dimulai. Perlu dicermati, bahwa diera modern sekarang ini, dimana informasi adalah para “rohaniawan” yang selalu mencekoki diri mahasiswa dengan doktrin-doktrin yang menghalusinasi kedirian manusia dari hakikat keberadaannya, menyebabkan transfer nilai sangat begitu mudah terjadi, layaknya komputer yang di instal ulang untuk digantikan dengan program-program baru yang sesuai dengan kebutuhan sang peng-instal. Oleh karenanya, informasi dan mainstream yang sekarang diusung dengan isu-isu “good governance” dengan mengedepankan permasalahan birokrasi terutama perilaku koruptif dari penyelenggara negara ini, seharusnya juga harus kita kritisi. Mengapa perlu sekali kita kritisi karena sebenarnya, permasalahan mendasar yang menyebabkan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini carut marut disebabkan oleh faktor tidak meratanya kesejahteraan yang dimiliki oleh rakyat ini. Kalau semisalnya kita mau berpikir analitis dan melakukan kalkulasi (perhitungan), sebenarnya seberapa besar tingkat singnifikansi antara prilaku koruptif yang dilakukan oleh birokrat kita dengan pola pengelolaan sumber daya alam (sumber kekayaan) negeri tercinta ini, yang menyebabkan kesejahteraan rakyat jauh dari harapan yang diinginkan.

Perlu diketahui, sesuai dengan konstitusi negara ini, bahwa semua sumber daya yang ada (bumi, air, udara dan semua yang terkandung didalamnya) dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun apabila kita telaah lebih dalam, maka kita bisa mengetahui, bahwa semua sumber daya alam tersebut, mayoritas dikelola atau bahkan dimiliki oleh asing dan bangsa ini hanya mendapatkan proporsi yang sedikit darinya. Hal ini sangat kontras sekali apabila kita bandingkan dengan kekayaan negara ini yang dikorupsi oleh para birokrat atau teknokrat kita. Lebih baik dikorupsi karena hasil korupsinya masih diputarkan di dalam negeri, dari pada penjarahan sumber daya alam yang dilakukan oleh pihak asing, maka jelas bahwa kekayaan negara kita hilang begitu saja.

Oleh karenanya, sikap kritis dari para mahasiswa harus tetap untuk ditumbuh kembangkan. Karena dengan perkembangan peradaban, bentuk-bentuk penjajahan baru sudah bermunculan. Dan yang lebih memprihatinkan kita bersama, bahwa modus penjajahan yang ada tidak hanya mengedepankan fisikal semata, namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah adanya penjajahan moral, mental dan intelektual kita sebagai anak bangsa Indonesia. Kita harus tetap hati-hati untuk selalu memandang segalanya dengan cara pandang yang kritis, sehingga kemerdekaan yang merupakan kodrat semua manusia bisa terwujudkan dan dalam konteks kenegaraan juga dapat terwujudnya negara yang merdeka dan mandiri dari pengaruh bangsa-bangsa lainnya didunia ini. Duduk sama rendah, dan berdiri sama tingginya. Mengembangkan pola hubungan kenegaraan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.







LOGISTIK DAN PERGERAKAN

KEMANDIRIAN FINACIAL DALAM PERGERAKAN

Perubahan adalah tema yang lazim diusung oleh para aktivis untuk mencari simpati bahkan dukungan dari para calon konstituennya. Hal ini akan berbeda dengan para penguasa, tema yang akan diusungnya biasanya terkait dengan kelanjutan dari program-program yang telah terlaksana atau bahkan belum bisa dilaksanakan pada periode yang lalu. Tema inilah yang sangat mencolok kita amati ketika terjadi “perebutan” kekuasaan, terutama dimasa-masa kampanye. Kita tidak membahas terkait dengan tema perubahan atau pelanjutan progrom-program yang mengatas namakan kesejahteraan rakyat, namun yang akan kita kritisi disini adalah dari mana sumber pendanaan para “pejuang “ kesejahteraan ini.

Idealitas dalam perjuangan adalah kita memilik sumber logistik yang kuat untuk mendukung segala aktivitas gerakan. Memiliki usaha yang mapan, terutama yang madiri dari pengaruh politik akan menyebabkan mainstream gerakan jelas dan sulit untuk dibendung. Logistik adalah hal yang sangat krusial dalam perjuangan, sebab dia adalah jantung yang akan memompakan darah keseluruh sendi-sendi gerak organisasi. Dan yang paling mudah untuk mencari logistik, biar tidak mempengaruhi gerakan yakni dengan usaha mandiri dari dalam organisasi. Dengan memberdayakan para anggota, dan mengoptimalkan potensi materi yang dimiliki, maka organisasi akan lebih mudah untuk mendapatkan amunisi yang namanya logistik ini. Kalau kita tidak memiliki para anggota yang memiliki logistik kuat, apalagi para anggota memiliki persepsi bahwa organisasi adalah tempat mencari logistik, maka sudah dapat dipastikan arah gerak organisasi tersebut mudah buyar. Gerakan yang dilakukan tidak akan optimal karena tidak memiliki sokongan logistik yang kuat untuk menggerakan organisasi. Bagaimana mungkin kita bisa menggerakkan perubahan sesuai dengan mainstream yang diusung oleh organisasi, bila organisasi sendiri sulit untuk menggerakkan mainstream yang dimiliki.

Sering kita lihat, ada banyak modus yang dilakukan oleh para aktivis untuk mendani gerakannya. Baik yang dilakukan dengan cara yang halus dan “halal” sampai dengan cara yang kasar nan “haram”. Contoh dilapangan yang bisa dijadikan sumber inspirasi untuk mencari dana yang halus dan halal adalah dengan memberikan advokasi kepada pihak yang “terdholimi” hak-haknya, dan minta uang jasa (tanda kasih) sesuai dengan kesepakatan bersama. Semisal sebagai advokat kepada para karyawan yang tidak diberikan hak-haknya oleh para pengusaha dan minta imbalan sesuai dengan perjanjian dimuka. Kalau contoh mencari sumber dana dengan modus yang kasar dan haram semisal dengan melakukan pemerasan kepada pihak-pihak tertentu dengan menggunakan kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Atau yang mungkin lebih elegan dan biasanya dipakai oleh aktivis kemahasiswaan adalah dengan meminta logistik kepada para alumni-alumninya.

Oleh karenanya, mainstream gerakan sangat dipengaruhi oleh logistik dan sumber-sumber logistik yang dimiliki. Kalau suatu organisasi, memiliki sumber logistik yang kuat dan mandiri, maka dapat kita simpulkan arah gerakannya akan semakin lebih efektif. Beda halnya, kalau suatu organisasi tidak memiliki sumber logistik yang jelas, maka tujuan dari gerakan sulit untuk di capai. Apalagi kalau organisasi yang ada dipergunakan untuk mencari sumber kehidupan (logistik) maka sudah dapat dipastikan organisasi ini tidak memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Organisasi seperti inilah yang menyebabkan bangsa ini selalu terpuruk pada lubang yang sama. Tidak ada pembangunan untuk mensejahterakan rakyat banyak, namu hanya mensejahterakan rakyat tertentu yakni kelompoknya saja.

Sebagai masyarakat yang kritis, maka kita harus lebih jeli lagi untuk melihat seluk beluk organisasi yang ada. Apakah dalam bentuk Organisasi Massa (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Yayasan, Kelompok Studi atau dalam bentuk yang lainnya. Jangan langsung begitu saja percaya dengan visi, misi dan mainstream gerakannya saja, tapi kita harus lebih jeli lagi melihat organisasi ini dengan melihat catatan rekam jejaknya dimasa lalu, siapa para anggota atau pegiatnya, dan yang paling krusial adalah dari mana sumber pembiayaan untuk menggerakkan organisasinya. Karena harus dicatat bahwa tidak ada donasi (pemberian) logistik yang cuma-cuma, pasti ada agenda terselubung dibalik pemberiannya. Idealnya, organisasi pergerakan ini memiliki sumber logistik (pendanaan) secara mandiri dari para anggotannya, sehingga tujuan dari pergerakan ini akan semakin jelas dan capaiannya tidak bias dengan kepentingan-kepentingan dari luar organisasi.

HEGEMONI INFORMASI DALAM PERGERAKAN

GERAKAN KEMAHASISWAAN DALAM BINGKAI HEGEMONI INFORMASI

Mahasiswa sering diidentikan dengan agen perubah, karena mereka memiliki kontribusi yang besar terkait segala perubahan dinegeri ini. Tidak dipungkiri bahwa mereka adalah kalangan “elit” karena proporsinya di negeri ini bisa dikatakan masih minim. Hal ini disebabkan oleh kondisi dunia pendidikan di negeri ini, kalau dilihat dari perspektif material masih mahal sehingga jauh dari jangkauan sebagian besar rakyat Indonesia. Kaum intelektual muda ini, adalah embrio bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Karena dari merekalah, kelak estafet kepemimpinan negeri ini akan diberikan. Dan ditangan merekalah komando negeri ini akan di suarakan.

Mahasiswa dan kampus adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduannya saling terkait dan mengaitkan diri. Kampus adalah kawah “condro dimuko” bagi mahasiswa, karena dikampus inilah sikap kritisme dalam memandang permasalahan di uarai bebas. Tidak seperti di jenjang pendidikan sebelumnya, apakah itu SMA, SMP, SD, TK apalagi Playgroup. Mimbar akademik, adalah forum yang sangat dihormati dalam dunia pendidikan, dan forum ini hanya dapat kita peroleh di kampus, tempat para mahasiswa yang notabenenya para intelektual muda menimba dan mengasah ilmunya.

Ada fenomena menarik, ketika kita sekarang memasuki wilayah kampus. Forum-forum mimbar bebas sudah sangat jarang kita temui. Sudah tidak ada diskusi-diskusi kelompok yang membahas fenomena kenegaraan dan peranannya untuk mengentaskan masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan. Tidak adalagi, forum kritisisme mengenai kebijakan-kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa, karena mereka sekarang asik dengan dunia gemerlap, yang menyulap diri mahasiswa yang tangguh dan kritis menjadi sosok yang prakmatis dan hedonis. Mall , diskotik dan tempat-tempat hiburan adalah tujuannya, mereka hanya sibuk dengan urusan kuliah dan tidak tahu dan mencari tahu apakah ilmu yang dia pelajari memang benar-benar dibutuhkan atau cuma sekedar formalitas mencari gelar kesarjanaan.

Sungguh sangat ironi, mahasiswa yang seharusnya kritis dan peduli dengan derita masyarakat yang tertindas oleh sistem yang ada, sekarang menjadi sosok yang prakmatis dan hedonis. Coba kita tengok, di mall-mall atau di tempat-tempat hiburan yang ada, bisa dipastikan tempat ini lebih banyak dikunjungi oleh para mahasiswa dibandingkan di forum-forum study yang mengkritisi segala macam aspek kebijakan publik.

Bercermin pada realitas yang umum terjadi didunia kemahasiswaan sekarang ini, sesungguhnya siapa yang wajib di persalahkan? Mahasiswa itu sendirikah? Para akademisi yang mengkonsep dunia pendidikan yang mempatronkan mahasiswa dan tidak membebaskannya dari belenggu patron-klien. Ataukah semua ini adalah tanggung jawab pemerintah, terkhusus oleh menteri pendidikan nasional yang memang membidangi dunia pendidikan di negeri ini? Ataukah ada agenda tersembunyi dari pihak-pihak asing tertentu yang memang menginginkan dunia pendidikan kita seperti ini. Sehingga masa depan bangsa ini bisa mereka kendalikan, karena Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh negeri tercinta ini tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melawan hegemoninya.

Sesuai dengan konsep kenegaraan, maka jawabannya jelas, bahwa yang paling bertanggung jawab terhadap fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan sekarang ini, terkhususkan lagi mengenai dunia kemahasiswaan adalah pemerintah. Karena sesuai dengan konsepsi kontrak sosial, pemerintah adalah pihak yang diberikan kewenangan untuk mengatur individu-individu yang tergabung dalam negara ini. Pemerintah wajib untuk mengelola semua potensi sumber daya yang di miliki oleh negara ini. Apabila terjadi salah kelola terkait dengan sumber daya yang dimiliki oleh negara ini, maka jelas pemerintah yang harus bertanggung jawab. Mahasiswa sekarang dikebiri dengan sistem perkuliahan yang sangat-sangat memenjarakannya. Mahasiswa tidak berani untuk menentangnya, karena semua potensi yang ada dan yang dimilikinya dikerdilkan secara sistematik.

Pemerintah juga harus berani untuk mengendalikan media massa, terutama media informasi yang bertentangan dengan budaya bangsa ini. Janganlah kita terlalu latah untuk mengambil semua informasi yang ada, karena kita juga harus mengetahui bahwa tidak semua informasi yang beredar di dunia ini baik untuk pembentukan kepribadian yang unggul. Terkadang ada agenda terselubung yang didengungkan oleh pihak-pihak tertentu yang memang menginginkan kehidupan kenegaraan jadi berentakan.